Monday, September 30, 2013

Kompleks Jalan Roda, Pusat Kopi Konga di Pusat Belanja Tertua

Sejarah ‘kopi stenga’, kemungkinan saja diawali oleh sekelompok orang yang ingin berlama-lama menikmati kopi di rumah kopi (istilah Manado untuk warung kopi-red), walaupun sebenarnya perut telah kenyang. Mereka menyiasatinya dengan memesan kopi setengah porsi. Keberadaan gelas kopi yang tetap terisi di atas meja, meleluasakan mereka nongkrong lebih lama sambil berbincang-bincang dengan pengunjung lainnya.

Kemungkinan lain, kebiasaan ini boleh jadi dimulai oleh beberapa pengunjung yang berkantong pas-pasan atau berpura-pura pas-pasan. Dengan memesan kopi setengah porsi, mereka terbebas dari membayar penuh dan bisa hemat uang selain boleh nongkrong lebih lama di rumah kopi. Hal yang menarik tentang ‘kopi stenga’ ini, para pemesannya dibolehkan meminta tambahan air panas. Tentu saja, setelah ditambahkan air ,‘kopi stenga’ berubah menjadi kopi penuh tanpa tambah bayar.

Banyak cerita lucu di balik kebiasaan para penikmat ‘kopi stenga’ yang mungkin boleh disingkat dengan ‘konga’, istilah Manado untuk 'sekam' yang bermakna "cerita yang dikarang-karang dan tak berguna" ini; salah satunya yakni topik pembicaraan yang diangkat meliputi proyek-proyek bernilai milyaran hingga trilyunan rupiah padahal ujung-ujungnya mereka meminta traktir. Seperti namanya, “konga”, ngopi ala kopi stenga atau ‘konga’ di Jarod memang disertai dengan pembicaraan-pembicaraan mengada-ada, misalnya tentang topik proyek milyaran tadi. Ironisnya, ketika cerita tentang proyek itu sudah menyebar ke penjuru kota, begitu kembali lagi ke Jarod, para pencetusnya justru terpengaruh isu yang dibuatnya sendiri.

Ada lagi cerita yang agak teknis perihal para penikmat konga ini, yakni menyangkut tip dan trik dengan pemilik rumah kopi. Tanpa diketahui pengunjung, mereka telah 'main mata' dengan pemilik rumah kopi untuk menarik pelanggan.

Saat rumah kopi dibuka di pagi hari, penikmat konga dengan penampilan necis berbekal kemampuan 
diplomasi dan relasi, mendatangkan pengunjung untuk ngopi sambil bercerita tentang berbagai isu terbaru hari itu. Selama ngopi mereka akan menjadi rekan bicara yang baik dan mengkondisikan agar sang pelanggan memesan kopi berdua dengannya. Kopi yang pertama tiba di meja, itulah yang akan menjadi modal awal sepanjang hari itu.

Dimulai dengan secangkir kopi yang penuh, penikmat konga mulai mengangkat cerita konga dan tidak akan menghabiskan kopinya dalam satu pembicaraan. Penikmat konga selalu menyisakan kopinya paling sedikit hingga setengah porsi. Atau, bila keburu habis, pengunjung tetap rumah kopi ini akan meminta tambahan lagi satu konga, tentu dengan setengah harga. Rekan bicara juga tak akan keberatan bila nanti membayarkannya mengingat tambahannya hanya setengah harga saja.

Ketika rekan bicara telah membayar tagihan, penikmat konga akan meninggalkan kopi yang tersisa di meja sementara dirinya mengantar pulang sang rekan sampai di kendaraan. Begitu kembali bersama pengunjung yang baru, sajian 'kopi baru' akan tersaji di meja, yakni satu kopi untuk sang pelanggan dan satunya lagi merupakan 'kopi stenga' yang sudah dikemas baru. Pengunjung yang baru akan berpikir bahwa dua porsi kopilah yang telah dipesan sehingga ketika dia pulang akan membayar dua porsi kopi baru. Pada tahap ini, penikmat konga sudah mendapat keuntungan sebanyak satu porsi kopi.

Kepada pengunjung yang baru, penikmat konga juga menjadi rekan bicara yang baik sambil menikmati konga-nya yang sudah tersaji penuh. Demikianlah seterusnya, hingga sekian pengunjung mentraktirnya dengan kelipatan serupa. Di penghujung hari, penikmat konga akan melakukan hitung-hitungan dengan pemilik rumah kopi menyangkut keuntungan yang diperoleh dari hasil traktiran pengunjung, Dalam mengambil keuntungannyapun, penikmat konga tidak mengambilnya sekaligus; tetapi menyimpannya sebagai cadangan minum kopi di hari selanjutnya. Pemilik rumah kopi, yang merasa diuntungkan tidak akan keberatan memulangkan uang hasil traktiran orang lain yang sudah berlipat ganda itu. Dengan modal 'kopi stenga’, penikmat konga sudah dapat menikmati kopi ukuran penuh berkali-kali berikut kesempatan menikmati hasil traktiran orang lain dalam bentuk uang tanpa bermodalkan uang.

Kesempatan menikmati kopi tanpa bermodalkan uang bahkan bisa mendapatkan uang tentu saja merupakan peluang yang sayang untuk dibuang. Bagi penikmat konga, cerita konga merupakan salah satu cara untuk membuat acara minum kopi jadi semarak. Dengan ber-konga, mereka bisa membuat penjualan kopi menjadi laris manis semanis bonus yang didapat.

Tentang dinamika penyajian ‘kopi stenga’ ala Jarod ini, Sita, pelayan Rumah Kopi Pak Saleh, mengungkapkan bahwa sajian kopi setengah porsi ini sudah menjadi hal yang lazim di Jarod. “Kopi stengaitu ciri khas Jarod,” tegasnya sembari melayani permintaan pengunjung.

Ketua Asosiasi Pedagang Kaki Lima (APKLI) Sulawesi Utara, Harun Mantauw juga tidak membantah keberadaan kopi konga dan cerita-cerita konga di baliknya. Mantauw bahkan memberikan gambaran keuntungan yang dapat diperoleh penikmat konga setiap harinya. "Rata-rata 30 pengunjung mendatangi setiap kios (warung-red) dalam sehari, dari total 48 kios di Jarod. Pengunjung bisa meningkat di momen tertentu," jelas Harun.

Hubungi kami bila anda berniat untuk menikmati suasana pusat kota Manado di Jalan Roda sambil melihat dari dekat pusat belanja tertua di kota Manado.

Sumber artikel: suaramanado.com