Since this is one of my favorites hymns, I composed it into a mini orchestra composition to be sung by the large choir. I uploaded the text in this page for an application process. I have also some other compositions. Contact me to get a full version of the songs.
Welcome to Ellen Manueke blog
you will find lots of description about my hobbies: music, traveling, teaching, cooking and writing
Monday, May 1, 2023
Saturday, January 7, 2023
New Year 2023: Experiencing new things by giving old fashioned things
It was just like yesterday that we celebrated the old and new year and now we are about to leave the first week. Time flies so fast. As usual, I entered the new year with the hope for changing to live a better life: better in spirit, in mind and in stamina.
I spent the first day of the year visiting friends and families’ houses; eating local food and of course chatting with everybody. There were four houses that my husband and I visited starting from lunch time into dinner time meaning there were two times extra eating. The second day was more memorable since I did not only visit to eat favorite food at my oldest brother’s house and meeting old and new friends at lunch time, but continued to have a small reunion at a friend’s surprised birthday party in which we chatted, ate and sang in old fashioned style facing the first sundown in the new year.
The song “Tolong kemudikan jalanku, Tuhan” that Jefferson, Glen and I sang as shown below, was the theme song of a school male group decades ago. I literally loved the way the group performed it; accompanied by guitar and the style of singing: unisono at first and continue with harmonic style. Later I was impressed by its words and quite surprised that the writer was someone I met many times, Johns Teintang; could be said that I know the song better than him; which was the reason why I agreed to join the group personals to surprisingly singing together in celebrating the school founder’s son’s surprised birthday party. The funny things was, the other two singers have not sung it for decades combined with me who unexpectedly invited to join; resulting in guessing the words by feeling and there were glitches at verses one and two. However, the song received deep appreciation especially from Indonesians who understand the lyrics, from the beginning into the end it has touched people's hearts.
I closed the first week of 2023 by attending two events, attending a weekly church worship, a post wedding church-replying ceremony of a good friend's daughter's wedding and the birthday party of my youngest brother. Most of the week I spent creating new experiencing by giving an old fashioned practical: attending events, congratulating people and singing old songs.
What I mean in this talk is, we still offer something new even in an old fashioned style; the same time we gave something and others receiving and thanked us for the gift. Even our presence is a gift that means a lot for other. The moment we did redo the old music, the same time we gave ourself and other new experience; not only recalling the past memories but creating new memories either.
Tolong kemudikan jalanku, Tuhan (Written by Jhons Teintang)
Tolong kemudikan jalanku, Tuhan; sesatlah kami berjalan sendiri
Ingin bersamamu, bersamamu, Tuhan;
Iring diri kami yang lemah, Tuhan; kuatkanlah dengan air hidupMu
Ingin menerima uluran tanganMu, Tuhan
Tariklah, Tuhan; tunjukkan, Tuhan
Jiwaku yang hilang, jalanku yang sesat; jauh dari kehendakMu
Kuingin berbalik menuju jalanMu, terimalah, Tuhan.
Friday, October 7, 2022
Metode Termudah Membaca Notasi Angka: Sebuah Pendekatan Baru
Notasi jika tidak dibunyikan hampir sama dengan tulisan tanpa dibacakan; tidak bermakna apa-apa. Lalu bagaimana untuk membunyikan notasi sehingga kita bisa menikmati keindahan musik sebagaimana yang tertulis?
Khusus notasi angka, banyak orang mampu membaca tapi terbentur pada tangga nada C saja; bingung untuk berpindah-pindah kunci atau tinggi nada; padahal berbagai nada dasar diperlukan untuk mendapat tinggi nada lagu yang pas ketika dinyanyikan ataupun dimainkan.Hal itu karena metode yang digunakan adalah “Do Berpindah”, artinya “Do” bisa kemana-mana tergantung tinggi nada sehingga untuk memainkannya pada piano dibutuhkan pemahaman tersendiri, tidak sekedar membaca saja. Anda harus mengetahui urutan tangga nada yang berbeda, sementara notasi yang tertulis tidak berubah.
Dengan Metode “Do Tetap”, kita mudah mengetahui di mana letak nada “Do” karena posisinya tidak pernah berpindah; demikian juga urutan nada selanjutnya. Dengan begitu, kita bisa memainkan lagu secara lengkap dan menikmati melodi dan harmoni dengan sepenuhnya.
Lebih lanjut mengenai metode ini dapat diperoleh di buku saya "Metode Termudah Bermain Pianika Orkestra" untuk keperluan ibadah dan sekolah. Kata 'orkestra' mengindikasikan komposisi lengkap yang bisa juga memainkan karya klasik dengan kunci nada yang asli.
Tuesday, May 17, 2022
Menyusuri jejak leluhur, untuk apa?
Akhir minggu kemarin, dalam rangkaian hari libur nasional, saya berkesempatan mengunjungi pulau Tagulandang bersama mami dan kakak saya serta sejumlah keluarga dari sisi mami. Sebelumnya, sudah dua kali saya mengunjungi pulau tersebut, pertama bersama tim dari sekolah menengah atas dan kedua bersama rombongan pemuda. Hal yang menggembirakan bagi saya, perjalanan kali ini adalah pertama kali saya tidak mabuk laut dan muntah muai dari perjalanan pergi dan pulang. Perjalanan pergi berlangsung selama empat jam dengan kapal malam di hari Jumat dan perjalanan pulang berlangsung selama tiga jam dengan kapal cepat di hari Senin siang.
Perjalanan Pulang Kampung ini merupakan perjalanan keluarga karena didukung oleh kelompok keluarga yang bernama Rukun Lohonauman, marga mama saya, untuk pulang kampung mencari jejak para leluhur di tanah asal, Tagulandang. Kegiatan ini memuat agenda penting yakni menyelesaikan buku keluarga Lohonauman berisi filosofi dan silsilah keluarga yang sementara dalam proses penyempurnaan data. Penyusunan buku dilakukan oleh anggota rukun yang menaruh minat yang besar pada penulisan, silsilah dan histori serta filosofi keluarga.
Dalam perjalanan yang diikuti oleh 24 orang dewasa 3 orang anak ini, kami memiliki kesempatan untuk mendiskusikan manfaat dari kegiatan "Pulang Kampung" kali ini, yang terakhir kali dilakukan sekitar dua dekade sebelumnya oleh kelompok yang sama, di mana saat ini sejumlah perintis dan menjadi penghubung antar keluarga masih hidup. Apa manfaatnya, menjadi pertanyaan yang hakiki.
Kita perlu melihat dan mencari tahu jejak para orang tua dan pendahulu kita untuk belajar kepada mereka, pelajaran hidup yang ditinggalkan karena kebiasaan ataupun kultur mereka sangat dekat dengan para keturunannya. Nilai-nilai hidup yang diajarkan berlaku turun temurun dan sangat baik untuk mengetahui sejauh mana nilai-nilai itu diimplementasikan dalam kehidupan dan bagaimana keberhasilan yang diperoleh disesuaikan dengan nilai hidup yang diajarkan. Timbal baliknya, kita melihat hal-hal yang baik untuk menghidupkannya. Singkat kata, kita belajar dari leluhur kita.
Penyelesaian pohon keluarga merupakan langkah utama. Oleh karena waktu berjalan terus, hal selanjutnya adalah kita perlu mengabadikan pengetahuan para orangtua yang mengetahui percabangan dalam keluarga, selagi mereka masih hidup. Ketiga, sejumlah anggota rukun memiliki minat yang tinggi tentang silsilah, filosofi dan budaya serta kemampuan untuk menyusun buku sehingga penerbitan sebuah buku keluarga sangat mungkin. Keempat, di zaman canggih seperti saat ini, penyusunan/publikasi serta penerimaan/penyerapan informasi dapat dilakukan serba cepat. Kelima, anak cucu kita bisa mengetahui dari mana mereka berasal sehingga dengan mudah bisa mengenali sesama rumpun keluarga meskipun mereka telah berdiaspora ke berbagai wilayah Indonesia bahkan di belahan dunia yang lain.
Secara psikologis, pencarian pulang kampung mendekatkan diaspora kepada alam dan kebiasaan yang membesarkan leluhur mereka. Interaksi dengan masyarakat dan lingkungan membuka wawasan kita untuk merasakan tantangan yang dihadapi para leluhur, baik itu secara psikologis, ekonomis maupun sosial. Informasi boleh didapat secara langsung dengan narasumber tidak saja didasarkan pada kata-kata namun juga dari ekspresi, intonasi dan ekspresi wajah para narasumber yang tidak dapat dijelaskan hanya dalam bentuk kata. Bergaul secara langsung dengan para penutur/ narasumber juga memungkinkan percakapan dua arah sehingga percakapan dan data bisa lebih berkembang. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan pulang kampung kali ini menjadi hal yang cukup penting.Selain mengenal dari dekat anggota keluarga yang sebelumnya belum pernah jumpa, para peserta juga mendapat kesempatan mendekatkan diri satu sama lain. Berada di suatu tempat selama tiga hari berturut-turut dan melakukan sesuatu secara bersama-sama akan membuat kedekatan satu sama lain. Akar yang sama berujung pada percakapan yang serupa, sehingga lebih fokus dan berkembang dan menyenangkan. Walaupun pertemuan keluarga dalam kelompok kerukunan dilakukan setiap bulannya, namun menghabiskan waktu bersama sehari penuh dalam tiga hari berturut-turut; mulai dari kegiatan tidur malam, bangun pagi, makan pagi dan siang serta diskusi maupun segala persiapannya pasti memberikan hasil yang sangat berbeda. Tidak ada hari libur lain selama empat hari berturut-turut dalam kalender tahun ini kecuali akhir minggu kemarin, Jumat sampai Senin, 13-16 Mei 2022 yang tersedia dan kondisi cuaca dan lautan cukup teduh.
Meskipun kegiatan ini memakan sejumlah biaya, beberapa diaspora menyokong dalam bentuk dana, berbagai manfaat yang dijelaskan di atas diharapkan bisa meyakinkan kita bahwa agenda seperti ini perlu dibuat di mana kita, seluruh anggota keluarga merupakan komponen yang terkait langsung, dari orangtua (dewasa) sampai kepada anak kecil. Pulang kampung merupakan bukti nyata penghargaan kepada orang tua kita apalagi jika mereka masih hidup. Diharapkan, kegiatan ini menggugah para diaspora atau anggota keluarga di perantauan untuk datang pulang kampung atau paling tidak, dapat menyokong kegiatan seperti ini sekecil apapun untuk menggalang kekompakan dan semangat persaudaraan. Alangkah bahagianya hidup rukun dan damai di dalam persaudaraan. *
Monday, May 16, 2022
Salak Tagulandang mulai menghilang?
Tahun 1990an, salak Tagulandang begitu dikenal, tidak saja di daerah Sulawesi Utara, tetapi sampai ke propinsi dan pulau yang lain seperti Sulawesi Tengah dan Kepulauan Ternate. Bagi penikmat salak, rasa dan bentuk salak Tagulandang memiliki ciri kas tersendiri; bentuknya lebih besar dan rasanya yang kuat (berasa yang manis, sedikit asam dan pakat-seperti berasa pahit getah- dengan daging yang kenyal. Kelancaran lalu-lintas perdagangan Manado ke kepulauan Sangihe, Talaud, Sitaro, dan ke propinsi tetangga Sulawesi Tengah membuat salak dari pulau ini berhasil mengharumkan dan mengabadikan namanya dalam hasil produksinya itu, Tagulandang.
Waktu berlalu, lalu-lintas laut berubah dan hasil bumi juga berpindah. Masyarakat Tagulandang yang hidup di perantauan mulai menanam dan menghasilkan salak kemudian menjualnya ke lokasi-lokasi yang dulunya pengimport buah ini. Alhasil, permintaan salak Tagulandang mulai menurut. Perubahan rute kapal kecil yang menutup pelayaran dari Manado, ibukota propinsi Sulawesi Utara ke sejumlah wilayah di Sulawesi Tengah juga seakan menutup pintu masuk Salak Tagulandang ke daerah-daerah lain.
"Banyak pohon salak ditebang dan diganti dengan pohon lain, seperti pala dan kenari. Ini dilakukan karena permintaan salak mulai menurun, sementara pala dan kenari tetap dicari," ungkap Stevi Mulalinda Loho, tokoh masyarakat Bawoleo yang merupakan pusat lokasi perkebunan salak di Tagulandang. Stevi menjelaskan, ekonomi masyarakat Tagulandang sebelumnya sangat bergantung pada ekspor salak dan kini harus mengganti sumber penghasilan lain sebagai penopang ekonomi.
Penyebab lain susahnya salak Tagulandang ditemukan di pasaran akhir-akhir ini karena faktor cuaca yang tidak menentu. Curah hujan yang terus menerus beberapa waktu yang lalu mengganggu pertumbuhan buah salak sehingga banyak pohon tidak mengeluarkan buah, jelas Stevi.
Bila di masa kejayaannya para petani salak Tagulandang sudah harus berjuang untuk menutupi pemeliharaan kebun dan penjualan salaknya serta kerugian bila buah rusak kerena tidak terjual pada waktunya, hal yang sama harus dilakukan saat ini ditambah lagi dengan usaha untuk mempertahakan eksistensi salak Tagulandang. Untuk memperoleh pemasukan tambahan, kebun salak misalnya, dapat dijadikan objek wisata buah; para turis yang datang ke Tagulandang dapat dituntun untuk mengunjungi kebun salak serta menikmati buah dengan petik langsung; tidak perlu terlalu cantik, yang penting pemeliharaan pohon dan kebersihan kawasan terjaga dengan baik. Usaha yang lain yang dapat dibuat adalah dengan memproduksi manisan salak atau keripik salak sehingga tidak ada buah salak yang terbuang karena lewat waktu atau rusak. Salak Tagulandangpun bisa tetap eksis dan dinikmati masyarakat.
Friday, February 18, 2022
Nothing more exited but reunion
Nothing more exited but reunion
Posing in front of Watumea SDA Church. Photo by: Vicky Silinaung |
The 8090s Youth members pictured together as they preparing to sing the theme song "Make Me A Blessing" |
The 8090s Youth members pictured together as they preparing to sing the theme song "Make Me A Blessing" conducted by DR. Glen Latuni and piano accompaniment by Dr. Alvin Rantung |
The viewer's screen from California, Boaz Malingkas |
The lead singer, Robby Surentu |
Photo after Sabbath Service in Panasen SDA Church |
Dined and posed at Panasen SDAC Auditorium |
Dined and posed at Panasen SDAC Auditorium |
Dined and posed at Panasen SDAC Auditorium |
Dined and posed at Panasen SDAC Auditorium |
A group of the wives of the males 8090s |
Posing in front of Watumea SDA Church |
Posing in front of Watumea SDA Church |
Visiting YAPI Orphanage |
Visiting YAPI Orphanage |
Visiting YAPI Orphanage |
Visiting YAPI Orphanage |
Visiting YAPI Orphanage |
Posing with YAPI orphans ] |
Sunday, June 21, 2020
Ulang tahun ala Covid
Inilah cerita saya hari ini, semoga anda berhagia.